"Hati adalah raja," ujar Abdullah Gymnastiar, pemimpin
Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Bandung. Bersandar pada hal tersebut, lelaki
yang kerap disebut Agym itu selalu menyampaikan arti penting manajemen hati
dalam setiap ceramah dan pengajiannya. Sebab, bila seseorang memiliki hati
yang baik, maka akan baiklah perilakunya, yaitu perilaku yang dipenuhi rasa
ikhlas dan jujur.
Kejujuran adalah modal dasar untuk membentuk jiwa yang tangguh,
penuh dedikasi, dan disiplin dalam menjalankan kerja sehari-hari. Dan,
disiplin adalah modal dasar untuk membentuk kader-kader unggul yang selalu
haus prestasi. Langkah seperti itulah yang diterapkan Agym dalam membina para
santrinya. Lalu, siapakah Agym yang setiap ceramahnya mampu membuat ribuan
jemaahnya mengucurkan air mata? Dan, bagaimana ia mengelola Pondok Pesantren
Daarut Tauhid sehingga menjadi rujukan beberapa lembaga dari sejumlah negara
asing?
Garut, Jawa Barat, tahun 1980-an. Di sebuah rumah yang tertata
rapi, di sebuah dusun, tampak seorang lelaki muda tengah memperdalam
pemahaman spiritualnya di bawah bimbingan ajengan Junaedi. Hanya dalam
tiga hari, lelaki muda itu dinyatakan memiliki ilmu laduni (ilmu yang
diberikan Allah Swt. kepada hambanya yang beriman, tanpa melalui proses
belajar). Untuk lebih meyakinkan ucapan gurunya, lelaki muda itu kembali
melanjutkan perjalanan spiritualnya dengan berguru kepada beberapa ulama
zuhud. Hasilnya sama, ia dinyatakan telah dikaruniai ma'rifatullah.
Lelaki yang bernama Abdullah Gymnastiar itu mengaku sering
merasakan keajaiban yang sulit dicari penjelasannya. Setiap hari, Agym--panggilan
akrab Abdullah Gymnastiar--mampu mengajar banyak orang dengan materi yang
mengalir begitu saja. Saat materi tersebut di cek dengan kitab-kitab tafsir,
ternyata isinya sama persis. "Terkadang saya mendapat ilmu baru tatkala
sedang menyampaikan ceramah di hadapan jemaah," ujarnya.
Berbekal ilmu laduni itu, ia mulai menyebarkan ajaran Islam
kepada sesama manusia melalui pengajian dan ceramah--baik secara langsung
maupun menggunakan media cetak dan elektronik. Langkah awal dakwahnya dimulai
dengan membangun Yayasan Pondok Pesantren Daarut Tauhid (DT). Ide pembentukan
DT terilhami oleh keberhasilan gerakan Al-Arqom dari Malaysia yang sukses
mengembangkan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara
Islami. Tapi, perbedaannya, DT tidak bersifat eksklusif seperti Al-Arqom. DT
terbuka untuk semua orang.
DT, yang berarti perkampungan atau rumah bagi orang-orang yang
bertekad mengabdi hanya kepada Allah Swt., dirintis dari usaha wiraswasta
Agym bersama teman-temannya melalui lembaga Keluarga Mahasiswa Islam
Wiraswasta (KMIW) pada 1987.
Saat itu, KMIW bergerak pada beberapa usaha kecil seperti
pembuatan sticker, t-shirt, gantungan kunci, dan stationary
yang dilengkapi slogan-slogan religius. Sebagian hasil usahanya digunakan
untuk menopang dakwah, yaitu dalam bentuk pengajian rutin untuk remaja dan
umum di bawah bimbingan Agym.
Seiring dengan perkembangan usaha dan peningkatan jemaah
pengajian, maka pada 1990 KMIW mendirikan DT di rumah orang tua Agym.
Beberapa waktu kemudian, DT pindah lokasi ke Jalan Gegerkalong Girang 38. Di
lokasi baru yang berupa rumah pondokan dengan 20 kamar itu, Agym menyewa dua
kamar. Di sini gerakan dakwah lelaki penggemar warna putih itu mendapat
tantangan berat. Sebab, lokasi itu dikenal sebagai markas "biang kerok"
keresahan masyarakat. Dan, dengan keteguhan jiwa, akhirnya lelaki yang pintar
beradaptasi dengan lingkungan itu berhasil mengontrak seluruh kamar yang ada.
Bahkan, Agym berhasil membeli rumah kontrakan tersebut langsung dari
pemiliknya dengan harga Rp 100 juta.
Selanjutnya, pada 1993, Agym memperbaiki markasnya dengan
membangun gedung permanen berlantai tiga. Lantai satu digunakan untuk
kegiatan perekonomian; lantai dua dan tiga dijadikan masjid. Masjid DT itu
sering disebut masjid seribu tangan karena dibangun secara gotong royong oleh
ribuan warga yang tinggal di sekitar tempat tersebut dan jemaah DT.
Usaha Agym berjalan lancar. Pada 1994, lelaki yang antirokok itu
berhasil mendirikan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) DT untuk menopang
dakwahnya. Dan, pada 1995, seorang jemaah membelikan sebidang tanah berikut
bangunannya di Jalan Gegerkalong Girang 30 D, sekitar 50 meter dari masjid.
Bangunan itu lalu digunakan sebagai kantor yayasan, kediaman pemimpin pondok,
Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA)/Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), ruang
pertemuan, ruang produksi konveksi, gudang, dan kamar para santri.
Menjelang akhir tahun 1997, sarana dakwah dan perekonomian
lelaki yang kurang suka pada pakaian batik itu bertambah lengkap setelah
berdiri Gedung Kopontren empat lantai di seberang masjid. Gedung yang cukup
representatif itu digunakan untuk kantor Baitul Mal wat-Tamwil (BMT),
penerbitan dan percetakan, swalayan dan mini market, warung telekomunikasi,
pusat informasi, serta lain-lain.
Pada 1999, DT berhasil memiliki Radio Ummat yang mengudara sejak
9 Desember 1999, mendirikan CV House and Building (HNB), PT MQs (Mutiata
Qolbun Salim), PT Tabloid MQ, Asrama Daarul Muthmainnah 2000, Radio Bening
Hati, dan membangun Gedung Serba Guna. Sampai 1999, aset DT--yang semula
tidak seberapa--telah bernilai Rp 6 miliar.
Usaha ekonomi yang berjalan sukses tersebut ternyata sangat
membantu Agym dalam menjalankan misi DT sebagai fasilitator pengembangan
seluruh aktivitas sosial, budaya, teknologi, dan pendidikan yang bernuansa Islam.
Dan, kesuksesan usaha ekonomi DT itu tercapai karena pengelolaannya
menggunakan sistem keuangan yang transparan, profesional, dan inovatif,
ditambah kejujuran para santri. Sifat jujur para santri itu tak terlepas dari
peran sentral Agym dalam menggembleng mereka.
Dalam mendidik atau menyampaikan sebuah materi ajaran agama,
Agym senantiasa menekankan pentingnya pembenahan hati, atau yang sering
disebut metode Manajemen Kalbu. Manajemen Kalbu adalah upaya untuk mengatur
dan memelihara kebeningan hati dengan cara mengenal Allah. Salah satu caranya
dengan berzikir. Selanjutnya, hati yang damai itu diisi dengan nilai-nilai
rohani Islam seperti sabar, rida, tawakal, ikhlas, jujur, dan disertai dengan
ikhtiar.
Menurut ustad yang tidak memiliki pembantu rumah tangga itu,
hati adalah raja yang dapat membuat manusia melakukan apa saja. "Kita
banyak amal, tapi kalau hatinya tidak ikhlas, ya tidak akan diterima,"
ujarnya. Bagi Agym yang fasih mendendangkan nasyid, suatu hal yang
disampaikan dengan pikiran, maka hanya akan menyentuh pikiran. Sedangkan apa
yang disampaikan dengan hati yang tulus, maka akan menyentuh relung hati
pendengar yang paling dalam.
Pendapat itu terbukti kebenarannya. Sebab, di tiap pengajian
yang ia adakan tiap minggu di DT, meskipun hanya membahas materi ringan
ternyata mampu menyejukkan hati ribuan pendengarnya yang datang dari berbagai
kota di Jawa Barat, bahkan Jakarta. Malah, ketika ia ber-nasyid atau
memanjatkan doa, banyak jemaah yang tak kuasa membendung air matanya.
"Terasa seperti sedang memutar rekaman film dari tingkah laku saya
sendiri. Benar-benar menyentuh hati ceramahnya," ujar salah seorang
santrinya.
Selain diajari Manajemen Kalbu, para santri DT yang jumlahnya
lebih dari lima ribu orang itu juga harus mengikuti program Santri Quantum.
Program ini dirancang khusus untuk meningkatkan dan melipatgandakan kemampuan
otak dalam berpikir. Sebagai pelengkap, para santri juga digembleng kemampuan
fisiknya, sehingga daya tahan (endurance) mereka dalam aktivitas hidup
sehari-hari bisa optimal. "Di sini, seseorang dilatih untuk menjadi
dirinya sendiri," ujar Agym dengan mantap.
Metode pendidikan ala Agym itu berjalan sukses karena dalam
pelaksanaannya dijalankan dengan disiplin yang ketat. Bila ada santri yang
salah, Agym tak segan-segan menjatuhkan sanksi. Biasanya, sanksi diberikan
sesuai dengan kemampuan orangnya, misalnya disuruh push up.
Secara umum, metode pendidikan yang menekankan arti penting
zikir, pikir, dan ikhtiar itu banyak menarik minat lembaga lain untuk
mempelajarinya. Misalnya, ada salah satu kesatuan TNI AD yang mengikuti
pendidikan di pesantren itu selama satu bulan. Hasilnya, disiplin mereka
tidak kaku seperti robot lagi, tapi berubah menjadi disiplin yang memiliki
roh. Bahkan, banyak prajurit yang menjadi rajin mengerjakan salat dan mulai
meninggalkan kebiasaan merokok.
Juga ada beberapa lembaga dari luar negeri, seperti dari
Australia, Jepang, Mesir, dan Singapura, yang pernah melakukan studi banding
tentang resep sukses DT. Dan, kini, pengajian atau ceramah Agym tidak lagi
hanya diadakan di Bandung dan Jakarta, tapi telah merambah ke kota-kota lain
seperti Semarang, Yogyakarta, Batam, dan Padang. Malah, ke luar negeri.
Selain terus berupaya meningkatkan kualitas para santrinya, Agym
yang semasa muda menjadi penggemar musik country itu juga sangat peduli pada
kebersihan, keamanan, dan ketenteraman lingkungan sekitarnya. Untuk masalah
kebersihan, Agym yang siap melayani umatnya kapan saja itu tak segan-segan
memungut kertas permen yang berserakkan di lingkungannya untuk dibuang ke
tempat sampah. Dan, ia menugaskan para santrinya untuk membersihkan
lingkungan pesantren dari segala macam sampah setiap hari Sabtu.
Sedangkan untuk membersihkan Bandung dari perbuatan maksiat dan
perjudian, Agym bersama Satuan Santri Siap Guna tidak segan-segan turun
langsung ke lapangan guna mengingatkan para penjudi dan pelaku maksiat
lainnya.
Keberaniannya tersebut ternyata membuat putra pasangan Letkol
(Purn.) H.E. Kuswara dan Yeti Rohayati itu sering dimusuhi para bandar judi.
Bahkan, mereka menjanjikan hadiah sebesar Rp 100 juta bagi siap saja yang
bisa mencelakai Agym. Tapi, semua itu tak membuat Agym menyurutkan langkah
dalam memerangi maksiat. Sebaliknya: upaya Agym ternyata berdampak positif.
Kini, kawasan Pondok Pesantren Daarut Tauhid menjadi kawasan bebas rokok dan
wilayah teraman dan terbaik se-Jawa Barat.
Agym, putra sulung dari empat bersaudara, dilahirkan di Bandung
dengan nama Yan Gymnastiar. Lelaki bertubuh ramping dengan sorot mata tajam itu
terkenal murah senyum. Sejak SMA, naluri bisnisnya telah berkibar. Saat itu,
ia pernah berjualan roti, koran, film, dan membuat percetakan.
Agym yang moto hidupnya adalah berprestasi bagi dunia dan
akhirat itu menikah dengan Ninih Mutmainah M. Dan, kini mereka telah
dikarunia enam anak, yaitu Ghaida Tsuraya, 13 tahun, M. Ghazali Al-Ghifari, 9
tahun, Ghina Rauddathul Jannah, 9 tahun, Ghaitsa Shofa, 7 tahun, Ghefira Nur
Fatimah, 5 tahun, dan M. Ghaza Al-Ghazali, 2 tahun enam bulan.
Sebagai orang yang super sibuk, ia menerapkan manajemen
keseimbangan. Menurutnya, segalanya harus diukur secara proporsional. Sebab,
setiap ketidakseimbangan adalah kezaliman, sedangkan kezaliman dilarang oleh
Islam. "Sesibuk apa pun, menimang dan bercengkerama dengan anak harus
dilakukan," ujar Agym tenang.
Dalam mendidik putra-putrinya, penggemar kegiatan membaca itu
selalu menekankan arti penting kejujuran dan keikhlasan. Maksudnya, agar kita
menjadi insan bertakwa dan berprestasi. Atau, siapa tahu, mendapat karunia
ilmu laduni seperti Agym?
|
0 komentar:
Posting Komentar