- ( Bareng Gus Is ) -

Sabtu, 10 Januari 2015

Penggali parit itu, Ternyata seorang Presiden !

Umar bin Khattab tidak saja di kenal sebagai khalifah yang berwibawa, tapi juga sederhana dan merakyat. Untuk mengetahui keadaan rakyatnya, Umar biasa terjun langsung di tengah – tengah rakyat. Beliau tak malu-malu menyamar menjadi rakyat biasa untuk mengontrol keadaan kondisi kehidupan rakyatnya. 

    Ia sering berjalan-jalan ke pelosok desa seorang diri. Pada saat seperti itu tak seorang pun mengenalinya bahwa ia sesungguhnya kepala pemerintahan. Kalau ia menjumpai rakyatnya sedang kesusahan, ia pun segera memberi bantuan tanpa harus lewat prosedur.

    Umar sadar, apa yang ada di tangannya saat itu bukanlah miliknya melainkan milik rakyat. Untuk itu Umar melarang keras anggota keluarganya berfoya-foya. Ia selalu berhemat dalam menggunakan keperluannya sehari-hari. Karena hematnya, untuk menggunakan lampu saja keluarga Amirul mukminin ini amat berhati-hati. Lampu minyak itu baru dinyalakan bila ada pembicaraan penting. Jika tidak, lebih baik tidak pakai lampu dengan alasan minyak itu dana rakyat. 
    “Anak-anakku, lebih baik kita bicara dalam gelap. Sebab, minyak yang digunakan untuk menyalakan lampu ini milik rakyat!” , kata  khalifah ketika anaknya ingin bicara di tengah malam untuk sebuah urusan keluarganya. 
    Dalam hidupnya, Umar senantiasa memegang teguh amanat yang diembankan rakyat di pundaknya. Pribadi Umar yang begitu mulia terdengar dimana-mana. Seluruh rakyatnya sangat menghormatinya. 
    Rupanya, cerita tentang keagungan Khalifah Umar ini terdengar pula oleh seorang raja negara tetangga.Raja tertarik dan ingin sekali bertemu dengan Umar. 
    Maka pada suatu hari dipersiapkanlah tentara kerajaan untuk mengawalnya berkunjung ke pemerinta han Umar. Ketika raja itu sampai di gerbang kota Ma dinah, dilihatnya seorang lelaki sedang sibuk mengga li parit dan membersihkan got di pinggir jalan. Lalu, di panggilnya laki-laki yang kotor terkena lumpur itu.    
    “Wahai saudaraku! Bisakah kau menunjukkan di mana letak istana dan singgasana Umar?” Tanya sang raja dari atas pelana kuda kebesarannya. kemudian. Lelaki itu segera menghentikan pekerjaannya. Lalu, ia memberi hormat seraya menjawab,  “Wahai Tuan, Umar manakah yang Tuan maksudkan?”



Umar bin Khattab kepala pemerintahan kerajaan Islam yang terkenal bijaksana dan gagah berani,” kata raja.   
     Lelaki penggali parit itu tersenyum. “Tuan salah terka. Umar bin Khattab kepala pemerintahan Islam sebenarnya tidak punya istana dan singgasana seperti yang tuan duga. Ia orang biasa seperti saya,” terang si penggali parit.  “Ah benarkah? Mana mungkin kepala pemerintahan Islam yang terkenal agung seantero negeri itu tak punya istana?”, kata raja itu sambil mengerutkan dahinya. Si penggali  pasir itu berkata lagi,  “ kalau Tuan tidak percaya? Boleh sekarang ikut saja.  Baik mari saya antar !. “ 
    Lalu diajaknya rombongan raja itu menuju “istana” Umar. Setelah berjalan menelusuri lorong-lorong kam pung, pasar, dan kota, akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah sederhana.Diajaknya tamu kerajaan itu masuk dan dipersilakannya duduk. Penggali parit itu pergi ke belakang dan ganti pakaian. Setelah itu ditemuinya tamu kerajaan itu.

    “Sekarang antarkanlah kami ke kerajaan Umar!”kata raja itu tak sabar. Si penggali parit tersenyum sambil berkata,  “Tuan raja, tadi sudah saya katakan bahwa Umar bin Khattab tidak mempunyai kerajaan. Bila tuan masih ju ga bertanya di mana letak kerajaan Umar itu, maka saat ini juga tuan-tuan sedang berada di dalam istana Umar!” 

    “Hah?!” Raja dan para pengawalnya terbelalak. Tentu saja mereka terkejut. Sebab, rumah yang di masuki nya itu tidak menggambarkan sedikitpun sebagai pu sat kerajaan. Meski rumah itu tampak bersih dan tersusun rapi, namun sangat sederhana. Rupanya raja tak mau percaya begitu saja. Ia pun mengeluarkan pedangnya. kemudian berdiri sambil mengacungkan pedangnya. 
“ Jangan coba-coba menipuku! Pedang ini bisa memotong lehermu dalam sekejap!” , ancamnya melotot.  
    Si penggali parit itu tetap tersenyum. Lalu dengan tenangnya, ia pun berdiri.” Di sini tidak ada rakyat yang berani berbohong. Bila ada, maka belum bicara pun pedang telah menebas lehernya. Letakkanlah pedang Tuan. Tak pantas kita bertengkar di istana Umar,” kata penggali parit. Dengan tenang ia memegang pedang raja dan memasukkannya kembali pada sarungnya. Ra ja terkesima melihat keberanian dan ketenangan si penggali parit. Antara percaya dan tidak, dipanda nginya wajah penggali parit itu. Lantas, ia menebar kan kembali pandangannya menyaksikan “istana” Umar itu. Muncullah pelayan-pelayan dan pengawal-pengawal untuk menjamu mereka dengan upacara ke besaran. Namun, raja itu belum juga percaya. Karena penasaran, sang raja tanya kepada salah satu pelayan, “ Benarkah ini istana Umar?” . Dengan penuh hormat, pelayan itu menjawab,  “Betul, ini istana khalifah”.  
“Baiklah, tapi, dimanakah Umar? Tunjukkan padaku, aku ingin sekali bertemu dengannya dan bersalaman dengannya!” ujar sang raja. Dengan sopan pelayan itu pun menunjuk ke arah lelaki penggali parit yang duduk di hadapan raja. Pelayan itu berkata, “ Yang duduk di hadapan Tuan adalah Khalifah Umar bin Khattab.

 “Hah?!” Raja kini benar-benar tercengang. Begitu pula para rombongan pengawal semua kaget. Benar-benar sulit dimengerti ada seorang kepala pemerintahan mau menggali parit hingga tubuhnya kotor. 

“Jad...jadi, anda Khalifah Umar itu...?” tanya raja dengan tergagap. Si penggali parit mengangguk sambil tersenyum ramah dan tulus tanpa dibuat-buat. 
“Sejak kita bertemu pertama kali di pintu gerbang kota Madinah, sebenarnya Tuan sudah berhadapan dengan Umar bin Khattab!” ujarnya dengan tenang. Kemudian raja itu pun langsung menubruk Umar dan memeluk nya erat sekali. Ia sangat terharu bahkan menangis melihat kesederhanaan Umar. Ia sama sekali  tak me nyangka, Khalifah yang namanya disegani di seluruh negeri itu, ternyata rela menggali parit seorang diri di pinggir kotaSejak itu, raja selalu mengirim rakyatnya ke kota Ma dinah untuk mempelajari agama Islam.
    Alangkah indah apabila pejabat-pejabat kita saat ini mempunyai kepribadian seperti umar bin khottob. Beliau rela menggali parit untuk kemaslahatan ummat. Badannya kotor berlumuran lumpur. bergerak langsung bersama rakyat. Bau membahu memajukan bangsa.
    Inilah contoh pemimpin sejati. Seorang pemimpin yang tidak hanya duduk manis dibelakang meja sambil memberi perintah dan menunggu laporan. Malain kan pemimpin yang mau terjun langsung ke tengah-tengah rakyatnya sehingga mengetahui persoalan yang sedang dihadapi oleh rakyatnya.





0 komentar:

Posting Komentar