Umar bin
Khattab tidak saja di kenal sebagai khalifah yang berwibawa, tapi juga
sederhana dan merakyat. Untuk mengetahui keadaan rakyatnya, Umar biasa terjun langsung di
tengah – tengah rakyat. Beliau tak malu-malu menyamar menjadi rakyat biasa
untuk mengontrol keadaan kondisi kehidupan rakyatnya.
Ia sering berjalan-jalan ke pelosok
desa seorang diri. Pada saat seperti itu tak seorang pun mengenalinya bahwa ia
sesungguhnya kepala pemerintahan. Kalau ia menjumpai rakyatnya sedang kesusahan,
ia pun segera memberi bantuan tanpa harus lewat prosedur.
Umar sadar, apa yang ada di tangannya
saat itu bukanlah miliknya melainkan milik rakyat. Untuk itu Umar melarang
keras anggota keluarganya berfoya-foya. Ia selalu berhemat dalam menggunakan
keperluannya sehari-hari. Karena hematnya, untuk menggunakan lampu saja
keluarga Amirul mukminin ini amat berhati-hati. Lampu minyak itu baru
dinyalakan bila ada pembicaraan penting. Jika tidak, lebih baik tidak pakai
lampu dengan alasan minyak itu dana rakyat.
“Anak-anakku, lebih baik kita bicara dalam gelap. Sebab, minyak yang
digunakan untuk menyalakan lampu ini milik rakyat!” , kata khalifah ketika anaknya ingin bicara di tengah
malam untuk sebuah urusan keluarganya.
Dalam hidupnya, Umar senantiasa
memegang teguh amanat yang diembankan rakyat di pundaknya. Pribadi Umar yang
begitu mulia terdengar dimana-mana. Seluruh rakyatnya sangat menghormatinya.
Rupanya, cerita tentang keagungan
Khalifah Umar ini terdengar pula oleh seorang raja negara tetangga.Raja
tertarik dan ingin sekali bertemu dengan Umar.
Maka pada suatu hari dipersiapkanlah
tentara kerajaan untuk mengawalnya berkunjung ke pemerinta han Umar. Ketika
raja itu sampai di gerbang kota
Ma dinah, dilihatnya seorang lelaki sedang sibuk mengga li parit dan
membersihkan got di pinggir jalan. Lalu, di panggilnya laki-laki yang kotor
terkena lumpur itu.
“Wahai saudaraku! Bisakah kau
menunjukkan di mana letak istana dan singgasana Umar?” Tanya sang raja dari
atas pelana kuda kebesarannya. kemudian. Lelaki itu segera menghentikan
pekerjaannya. Lalu, ia memberi hormat seraya menjawab, “Wahai
Tuan, Umar manakah yang Tuan maksudkan?”
Umar bin Khattab kepala pemerintahan kerajaan Islam yang terkenal bijaksana dan
gagah berani,” kata raja.
Lelaki penggali parit itu tersenyum.
“Tuan salah terka. Umar bin Khattab
kepala pemerintahan Islam sebenarnya tidak punya istana dan singgasana seperti
yang tuan duga. Ia orang biasa seperti saya,” terang si penggali parit. “Ah
benarkah? Mana mungkin kepala pemerintahan Islam yang terkenal agung seantero
negeri itu tak punya istana?”, kata raja itu sambil mengerutkan dahinya. Si
penggali pasir itu berkata lagi, “ kalau Tuan
tidak percaya? Boleh sekarang ikut saja. Baik mari saya antar !. “
Lalu diajaknya rombongan raja itu
menuju “istana” Umar. Setelah berjalan menelusuri lorong-lorong kam pung,
pasar, dan kota ,
akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah sederhana.Diajaknya tamu kerajaan
itu masuk dan dipersilakannya duduk. Penggali parit itu pergi ke belakang dan
ganti pakaian. Setelah itu ditemuinya tamu kerajaan itu.
“Sekarang antarkanlah kami ke kerajaan
Umar!”kata raja itu tak sabar. Si penggali parit tersenyum sambil berkata,
“Tuan
raja, tadi sudah saya katakan bahwa Umar bin Khattab tidak mempunyai kerajaan.
Bila tuan masih ju ga bertanya di mana letak kerajaan Umar itu, maka saat ini
juga tuan-tuan sedang berada di dalam istana Umar!”
“Hah?!” Raja dan para pengawalnya terbelalak. Tentu saja mereka
terkejut. Sebab, rumah yang di masuki nya itu tidak menggambarkan sedikitpun
sebagai pu sat kerajaan. Meski rumah itu tampak bersih dan tersusun rapi, namun
sangat sederhana. Rupanya raja tak mau percaya begitu saja. Ia pun mengeluarkan
pedangnya. kemudian berdiri sambil mengacungkan pedangnya.
“ Jangan coba-coba menipuku! Pedang ini bisa memotong lehermu dalam sekejap!”
, ancamnya melotot.
Si penggali parit itu tetap
tersenyum. Lalu dengan tenangnya, ia pun berdiri.” Di sini tidak ada rakyat yang
berani berbohong. Bila ada, maka belum bicara pun pedang telah menebas
lehernya. Letakkanlah pedang Tuan. Tak pantas kita bertengkar di istana Umar,”
kata penggali parit. Dengan tenang ia memegang pedang raja dan memasukkannya
kembali pada sarungnya. Ra ja terkesima melihat keberanian dan ketenangan si
penggali parit. Antara percaya dan tidak, dipanda nginya wajah penggali parit
itu. Lantas, ia menebar kan
kembali pandangannya menyaksikan “istana” Umar itu. Muncullah pelayan-pelayan
dan pengawal-pengawal untuk menjamu mereka dengan upacara ke besaran. Namun,
raja itu belum juga percaya. Karena penasaran, sang raja tanya kepada salah
satu pelayan, “ Benarkah ini istana
Umar?” . Dengan penuh hormat, pelayan itu menjawab, “Betul, ini istana
khalifah”.
“Baiklah, tapi, dimanakah Umar? Tunjukkan
padaku, aku ingin sekali bertemu dengannya dan bersalaman dengannya!” ujar
sang raja. Dengan sopan pelayan itu pun menunjuk ke arah lelaki penggali parit
yang duduk di hadapan raja. Pelayan itu berkata, “ Yang duduk di hadapan Tuan adalah Khalifah Umar bin Khattab.
“Hah?!” Raja kini benar-benar
tercengang. Begitu pula para rombongan pengawal semua kaget. Benar-benar sulit
dimengerti ada seorang kepala pemerintahan mau menggali parit hingga tubuhnya kotor.
“Jad...jadi, anda Khalifah Umar itu...?” tanya raja dengan tergagap. Si
penggali parit mengangguk sambil tersenyum ramah dan tulus tanpa dibuat-buat.
“Sejak kita bertemu pertama kali di pintu
gerbang kota Madinah, sebenarnya Tuan sudah berhadapan dengan Umar bin
Khattab!” ujarnya dengan tenang. Kemudian raja itu pun langsung menubruk
Umar dan memeluk nya erat sekali. Ia sangat terharu bahkan menangis melihat
kesederhanaan Umar. Ia sama sekali tak
me nyangka, Khalifah yang namanya disegani di seluruh negeri itu, ternyata rela
menggali parit seorang diri di pinggir kota . Sejak itu, raja selalu mengirim rakyatnya ke kota Ma dinah untuk mempelajari agama Islam.
Alangkah indah apabila pejabat-pejabat kita
saat ini mempunyai kepribadian seperti umar bin khottob. Beliau rela menggali
parit untuk kemaslahatan ummat. Badannya kotor berlumuran lumpur. bergerak
langsung bersama rakyat. Bau membahu memajukan bangsa.
Inilah contoh pemimpin sejati. Seorang
pemimpin yang tidak hanya duduk manis dibelakang meja sambil memberi perintah
dan menunggu laporan. Malain kan
pemimpin yang mau terjun langsung ke tengah-tengah rakyatnya sehingga
mengetahui persoalan yang sedang dihadapi oleh rakyatnya.
0 komentar:
Posting Komentar